Latihan
CA berjalan seperti biasa. Duduk melingkar, mendiskusikan jadwal acara ini itu,
dan dilanjutkan dengan pemanasan. Baris berbanjar, lari-lari kecil
mengelilinggi kampus sambil olah vocal, berteriak menyebut AIUEO. Setelah itu melakukan senam ringan, peregangan
otot. Melihat peluh membanjiri kening dan kembang-kempis dada kami, kepala suku
CA tahu kami kelelahan, dia pun menginstruksikan agar kami beristirahat sambil
menunggu kedatangan pak Artike. Pak Artike adalah salah satu dosen di kampus
kami, beliau mengajar mata kuliah puisi.
Sejauh yang saya lihat, beliau memang seorang sastrawan sejati. Salah satu
novel karya beliau yang sering saya dengar adalah Insect. Tulisan beliau juga
sudah memiliki ruang tetap di salah satu koran nasional dan selalu ditunggu
peminatnya. Belakangan saya tahu kalau beliau lulusan UGM, salah satu kampus
terbaik negeri ini. Kampus yang terletak di jantung kota kelahiran para
seniman, Yogyakarta. Tidak heran, jika aura sastra begitu melekat dalam diri
beliau.
Tidak
lama kemudian, pak Artike datang dengan mengendarai
sebuah mobil mini berwarna abu-abu. Setelah memarkir mobilnya, beliau keluar
dan menghampiri kami yang segera menyambutnya. Penampilan yang sederhana, kaos
hitam dan celana pendek, beliau menggapit sebuah tablet dan buku kecil, entah
buku apa itu. Seulas senyum mengiringgi langkah beliau, terlihat ramah dan
berwibawa. Kami menyambut senyum beliau dan seketika menyalaminya.
Di
halaman kampus, tepat dibawah pohon jupun, kami duduk melingkar. Kepala suku CA
membuka kegiatan sore itu dengan doa bersama dan dilanjutkan dengan
mempersilakan pak Artike bicara. Senja yang indah, setelah memperkenalkan diri
satu per satu. Pak Artike bercerita panjang lebar. Diawali dengan bercerita
mengenai rasa terima kasih dan harunya untuk buku yang sedang beliau pegang,
buku yang awalnya saya kira buku tips menulis atau sebagainya. Ternyata itu
buku kumpulan puisi yang di hadiahkan teman-teman CA di peringatan tiga bulanan
anak pak Artike beberapa hari lalu. Pak Artike sempat mengira kalau buku yang
terselit didalam bingkisan perlengkapan bayi itu adalah buku petunjuk
penggunaan mainan anak. Setelah beberapa kali dibaca, beliau baru sadar kalau
itu buku kumpulan puisi, serangkaian ucapan dan doa yang dibuat untuk buah
hatinya, Geo. “Saya meneteskan air mata haru, saat saya dapati bagian dari diri
saya ada dalam puisi ini. Saya bahkan tidak malu menanggis didepan istri dan
mbok yang ada dirumah.” Pengakuan beliau. Yaa, pak Artike menceritakannya
dengan gaya bercerita yang menurut saya luar biasa. Dan itu membuat saya sangat
sangat sangat menyesal karena tidak sempat menyisipkan doa saya untuk buah hati
beliau di buku itu. Seandainya waktu bisa diulang. *sesal saya :’(. Selanjutnya
beliau menceritakan mengenai perjuangan beliau untuk mendapatkan momongan.
Setelah sembilan tahun menikah, permata itu belum juga lahir. Beliau sudah
mencoba berbagai macam pengobatan. Mendatangi beberapa dokter kandungan, hingga
pergi ke dukun. Namun belum juga mendapatkan hasil. Sampai pada akhirnya beliau
memutuskan untuk mencoba program bayi tabung di Denpasar. Harga yang luar biasa
mahal dan hasil yang belum pasti pun beliau hiraukan. Beliau tetap mencoba,
menaruh harapan pada teknologi. Setelah melalui proses yang cukup rumit,
ternyata program bayi tabung tidak berhasil. Dengan sangat kecewa beliau
bersama istri pulang dan melanjutkan aktivitas seperti biasa. Namun hebatnya,
beliau belum juga menyerah. Segala cara tetap di upayakan. Hingga beliau dan
istri kembali mencoba program bayi tabung untuk yang kedua kalinya. Kali ini
beliau segaja datang ke Surabaya, menemui dokter yang pernah berhasil menanggani
Inul Daratista. Tentu dokter yang jauh lebih mahal dan lebih ahli dari dokter
di Denpasar. Kembali proses itu diulang. Dengan sabar pak Artike dan istri menjalaninya.
Proses selesai dan kembali pak Artike beserta istri harus menelan kekecewaan. Mereka
berkemas dan kembali pulang. Mereka mencoba melupakan semua kejadian dan
memulai hidup baru. Merenovasi rumah, membeli tempat tidur yang jauh lebih
nyaman. Kehidupan terus berjalan. Kabar
gembira itu pun datang, istri pak Artike terlambat datang bulan. Setelah
beberapa kali diperiksa mengunakan testpect, ternyata hasilnya positif. Hal
yang mengembirakan. Buah hati yang didamba selama sembilan tahun kini telah
lahir.
Cerita
yang sangat mengesankan. Kami terhipnotis oleh cerita perjuangan dan kesabaran
pak Artike, apalagi dengan gaya bercerita yang begitu memukau. Terasa berat
nafas saya. Saya berusaha menahan agar tak ada butiran yang keluar dari ujung
mata saya.
Dan
senja itu menghilang, gerimis datang bersamaan dengan langit yang menghitam.
Tak ada bintang malam ini. Namun malam terasa lebih sempurna dari biasanya.
Kami melanjutkan cerita di depan lobi. Diskusi yang mengesankan. Beberapa dari
kami bertanya pada pak Artika. Ada yang bertanya mengenai ketakutannya menulis,
mengenai pengalamannya menulis, mengenai rasa malas yang menyerang saat hendak
menulis, dan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Pak Artika menjawab pertanyaan kami
satu per satu dengan bijak dan sangat sabar. Beliau terus bercerita bercerita
mengenai pengalamannya menulis, pengalamannya kuliah di Yogyakarta, sampai
dengan cerita-cerita cinta beliau. Meskipun tiba-tiba hujan dan petir hadir tanpa
undangan. Hehehe lucu dan menarik.
Ada
salah satu nasehat beliau yang saya ingat betul. “Tentukan tujuan menulismu,
untuk berkompetisi atau untuk berekspresi.”. Yaa, saya sering merasa seperti
itu. Merasa kalau tulisan saya amat sangat
kacau saat saya membaca tulisan teman, yang isinya jauh lebih bagus dari
tulisan saya. Itu pula yang membuat saya takut menulis. Sampai pada akhirnya
saya sadar, saya menulis untuk berekspresi buka berkompetisi. Saya menulis
untuk diri saya sendiri. Tidak peduli seberapa buruk tulisan saya, saya akan
tetap menulis. Saya percaya, waktu akan memperkuat tulisan saya.
Terima
kasih banyak pak Atrika, untuk senja, gerimis, hingga hujan dan petir yang
mengiringgi kebersamaan kita. Banyak ilmu yang saya bawa tidur malam ini, dan
saya yakin saya akan tidur dengan sangat nyenyak. ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar